Alhamdulillah hari ini masyarakat muslim Indonesia yang berada di Swiss bisa merayakan Hari Raya Idul Fitri bersama saudara-saudaranya di belahan bumi yang lain termasuk di Indonesia. Di tengah wabah COVID-19, hari ini 1 Syawal 1441 H yang bertepatan dengan 24 Mei 2020 kami melaksanakan salat Ied di rumah sendiri atau di rumah kerabat dan menyimak khutbah yang disampaikan oleh Ustadz Desrial Anwar, Lc. Selepas tengah hari kami kembali menerima siraman rohani lewat kerjasama KBRI Bern dan PTRI Jenewa yang menghadirkan KH. Dr. Hayyie Al Kattani, Lc., MA yang diantara amanah yang diembannya adalah Wakil Dewan Syariah PUI. Memang tidak ada opor ayam dan ketupat seperti yang biasa kami santap bersama di Wisma Duta Besar tapi santapan rohani yang kami dapatkan dua kali dalam sehari dalam suasana lebaran juga bukan hal yang biasa.
Ramadan kali ini memang luar biasa istimewanya. Pandemi yang melanda sebelum masuknya bulan suci tersebut membuat kita bertanya-tanya apakah kita mampu melaksanakan Ramadan dalam kondisi penuh keterbatasan? Protokol kesehatan yang mengharuskan diberlakukannya social distancing untuk membatasi penyebaran virus corona-baru menjadikan masjid-masjid terpaksa ditutup. Ini berarti tidak ada salat Jumat dan salat tarawih di masjid. Tidak ada pengajian mingguan maupun bulanan seperti biasa kami lakukan. Silaturahim dengan mengunjungi teman-teman pun menjadi sangat terbatas. Suasana yang mencekam di tengah pandemi COVID-19 benar-benar mengundang pertanyaan masih bisakah kita bergembira menyambut datangnya bulan diturunkannya Alquran ini? Bulan yang sejatinya penuh dengan hikmah dan kebahagiaan. Bulan yang didalamnya ada malam yang bernilai lebih dari 1000 bulan.
Pada hari yang suci ini Ramadan 1441 H telah berlalu. Sekarang kita sadar bahwa bukan hanya keterbatasan di dalamnya yang membuat ia istimewa. Memang betul ia tanpa salat tarawih bersama, ia tanpa buka bersama di masjid, dan ia tanpa aktivitas bersama lainnya seperti yang biasa kita lakukan sebelumnya. Tapi ia memiliki beragam aktivitas lain yang tidak dimiliki Ramadan-Ramadan sebelumnya. Memang betul ia berada di tengah kecemasan akan efek pandemi yang ditimbulkan terutama di negara kita tercinta Indonesia (yang kondisinya lebih parah daripada di Swiss). Tapi ia menghadirkan kebahagiaan lain yang mungkin sekali tidak kita rasakan di Ramadan-Ramadan sebelumnya. Jadi, hal-hal baru yang kita lakukan di Ramadan kali ini dan kebahagiaan baru yang kita rasakan telah membuat Ramadan ini lebih istimewa lagi. Mari kita lihat tiga diantaranya.
Ramadan istimewa ini ternyata telah mengkondisikan keluarga kita agar bisa lebih baik. Para ayah (tentu saja tidak semuanya) bukan hanya berkesempatan belajar untuk menjadi imam salat tarawih tapi juga imam dan khatib salat Jumat. Bahkan imam dan khatib salat Ied. Ustadz Desrial Anwar telah menyebarkan petunjuk yang mendetil untuk menjadi imam dan khatib salat Jumat. Juga, melalui kerjasama antara KBRI Bern dengan organisasi masyarakat muslim di Swiss telah dibuat dan disebarkan panduan tata cara salat Ied lengkap dengan template khutbah dengan maksud agar para ayah belajar menjadi imam dan khatib salat Ied (yang cuma dilakukan dua kali dalam setahun). Dengan belajar menjadi imam dan khatib para ayah dengan sengaja menempatkan dirinya dalam jalur menuju ayah ideal dalam rumah tangga dan dalam masyarakat. Ini tentu potensi kebahagiaan yang luar biasa.
Di Ramadan kali ini kita melihat bagaimana seluruh dunia menghadapi tantangan yang sama. Terlepas dari berbagai perbedaan karena kondisi negara dan warganya yang berbeda-beda, kita melihat tingginya semangat dengan satu tujuan untuk berbagi dalam rangka meringankan derita yang dialami sesama. Berbagai inovasi dihasilkan dalam pembuatan alat-alat pelinding diri dan kesehatan. Terlihat juga berbagai bentuk kerjasama dan koordinasi. Ini semua marak dilakukan oleh pemerintah, swasta, dan masyarakat. Donasi untuk mendukung semua kegiatan itu terus mengalir termasuk yang berasal dari negara-negara lain. Mampu memanfaatkan ladang pahala untuk berbagi kepada sesama sungguh adalah sesuatu yang mendatangkan kebahagiaan apalagi kali ini dalam konteks adanya ancaman terhadap nyawa manusia secara global dari sumber yang sama. Alhamdulillah, hingga saat ini IIKV bekerjasama dengan ACT, NPS, dan yayasan yatim Sahabat Pelangi telah menyalurkan lebih dari 700 CHF donasi dari warga Indonesia di Swiss untuk membantu penanganan wabah COVID-19 di Indonesia.
Ramadan kali ini juga ditandai oleh kebijakan working from home dan school from home. Tidak mudah untuk melakukan ini terlebih karena kurangnya waktu untuk melakukan persiapan akan sesuatu yang belum dikenal secara baik. Namun melalui adaptasi dan kompromi dan tentunya kesediaan untuk disiplin mematuhi aturan-aturan baru nampaknya banyak target yang tetap tercapai. Kondisi yang sengaja dibatasi telah memacu kreativitas pimpinan dan karyawan untuk tetap mampu mencapai atau mendekati target yang telah ditetapkan. Terkait langsung dengan Ramadan, working from home dan school from home menjadikan energi yang keluar tidak sebanyak biasanya saat harus ke kantor atau ke sekolah. Oleh karenanya puasa menjadi terasa lebih mudah dan lebih banyak energi yang bisa digunakan untuk ibadah di malam hari. Tentu bahagia bisa beribadah lebih banyak di bulan Ramadan.
Dengan tiga contoh di atas apakah kita lebih memilih Ramadan di tengah pandemi? Tentu saja tidak. Ketiganya menunjukkan bahwa di balik sisi gelap Ramadan kali ini, ada sisi terang yang menyemangati kita agar tetap optimis mengisi Ramadan kali ini dengan berbagai amal ibadah. Selain itu, tiga contoh yang diberikan juga menunjukkan bahwa rahmat dan kasih sayang Allah SWT sebagai pencipta dan pemelihara alam semesta ini tidak pernah putus kita dapatkan. Sadarkah kita bahwa bersama cobaan yang kita alami Allah Yang Maha Kuasa telah memberikan fasilitas berupa teknologi yang terus kita digunakan dalam ketiga contoh tersebut? Internet, komputer, dan smartphone adalah tiga contoh teknologi yang vital perannya dalam contoh-contoh di atas yang khususnya kita gunakan untuk komunikasi. Siapa di antara kita yang tidak mengenal Zoom, Skype, atau WhatsApp saat ini?
Demikianlah, Ramadan di tengah pandemi ini menyadarkan kita minimal akan tiga hal. Pertama, betapa Maha Perkasanya Allah yang menjadikan kita lemah terhadap musuh yang begitu kecil sehingga nyaris tidak terlihat. Kedua, betapa Maha Bijaksananya Allah yang menampakkan kepada kita bahwa kehidupan ini punya sisi lain. Ternyata dunia ini tidak begitu-begitu saja. Ramadan pun bisa mengunjungi kita dalam kondisi yang sama sekali berbeda dengan Ramadan-Ramadan sebelumnya. Ketiga, betapa Maha Pemurahnya Allah yang tidak pernah lalai memberikan kasih sayangnya kepada kita semua.
Oleh karenanya di hari yang suci ini semoga kita tetap yakin untuk berharap kepada Allah agar menjadikan Ramadan kali ini sebagai Ramadan kita yang terbaik dan menjadikannya bekal agar kita mampu menyukuri Ramadan berikutnya lebih baik lagi. Segala puji bagi-Mu Ya Allah yang telah berfirman “Maka sesungguhnya beserta kesulitan itu ada kemudahan; sesungguhnya beserta kesulitan itu ada kemudahan” (QS. 94: 5-6).
Bern, 24 Mei 2020
Abdul Rachman
Ketua IIKV